UNTUK PARA SUAMI 'DAYYUTS' YANG MEMBIARKAN FOTO ISTRINYA ATAU SAUDARA PEREMPUANNYA DI MEDSOS
Seorang suami atau laki-laki 'dayyuts' adalah yang tidak cemburu terhadap istri dan mahramnya. Disebutkan dalam Ensiklopedi Fiqh tentang laki-laki 'dayyuts',
عدم الغيرة على الأهل والمحارم
"Tidak cemburu terhadap istri dan mahram." [Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah, 21/91]
Tidak cemburu maknanya adalah tidak melarang istri atau mahramnya terjerumus dalam zina dan pintu-pintunya. Dan pintu-pintu zina diantaranya dijelaskan dalam hadits Nabi shallallaahu'alaihi wa sallam,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُه
“Telah ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan mengenainya tidak mungkin tidak, maka kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah meraba, kaki zinanya adalah melangkah, hati bernafsu dan berkeinginan, dan yang membenarkan serta mendustakan semua itu adalah kemaluan.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Hadits yang mulia ini mengandung larangan bagi laki-laki melihat lawan jenis yang bukan istrinya atau bukan mahramnya, karena pandangan adalah awal pintu zina. Petaka zina berawal dari sebuah pandangan, bagaikan kobaran api yang berawal dari sebuah percikan kecil.
Dan larangan di sini bersifat umum, maka tidak ada bedanya apakah wanita tersebut sudah menutup aurat atau belum, bahkan sebagian lelaki malah lebih 'terfitnah' dengan wanita yang telah menggunakan jilbab syar'i. Kecuali melihat wanita untuk suatu keperluan penting yang diizinkan syari'at, seperti melihat ketika melamar, melihat dalam pengadilan jika diperlukan, dan lain-lain.
Maka seorang suami atau laki-laki yang membiarkan foto istri atau mahramnya dilihat oleh laki-laki lain di medsos atau di mana pun termasuk laki-laki 'Dayyuts' yang telah diancam keras dalam hadits Nabi shallallaahu'alaihi wa sallam,
ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ: مُدْمِنُ الْخَمْرِ، وَالْعَاقُّ، وَالدَّيُّوثُ، الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ
“Tiga golongan manusia yang Allah haramkan surga bagi mereka:
(1) Pecandu khamar,
(2) Orang yang durhaka kepada kedua orang tua,
(3) Dayyuts; orang yang membiarkan kemaksiatan di tengah-tengah keluarganya.”
[HR. Ahmad dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Shahihut Targhib: 2366]
KISAH KECEMBURUAN YANG MENGHARUKAN
Hakim Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Musa rahimahullah berkata,
حضرت مجلس موسى بن إسحاق القاضي بالري سنة ست وثمانين ومائتين، وتقدمت امرأة، فادعى وليها على زوجها خمس مائة دينار مهرا، فأنكر، فقال القاضي: شهودك؟ قَالَ: قد أحضرتهم، فاستدعى بعض الشهود أن ينظر إلى المرأة ليشير إليها في شهادته، فقام الشاهد، وقالوا للمرأة قومي، فقال الزوج: تفعلون ماذا؟ قَالَ الوكيل: ينظرون إلى امرأتك وهي مسفرة لتصح عندهم معرفتها، فقال الزوج: فإني أشهد القاضي أن لها علي هذا المهر الذي تدعيه، ولا تسفر عن وجهها، فردت المرأة وأخبرت بما كان من زوجها، فقالت المرأة: فإني أشهد القاضي أني قد وهبت له هذا المهر وأبرأته منه في الدنيا والآخرة، فقال: القاضي يكتب هذا في مكارم الأخلاق.
“Aku hadir di majelis Hakim Musa bin Ishaq di daerah Ray pada tahun 286 H, ketika itu datang seorang wanita mengajukan sebuah kasus, walinya menuntut suaminya sebesar 100 dinar (425 gram emas) sebagai mahar baginya yang belum dibayar, tetapi suaminya mengingkari tuntutan tersebut.
Maka hakim berkata: Mana saksi-saksimu?
Ia berkata: Inilah mereka telah aku hadirkan.
Kemudian sebagian saksi meminta untuk melihat wajah wanita tersebut agar dapat memastikan persaksiannya, saksi pun berdiri, dan mereka berkata kepada sang istri: Berdirilah!
Sang suami pun berkata: Apa yang akan kalian lakukan?
Wakil mereka berkata: Para saksi akan melihat istrimu dalam keadaan terbuka wajahnya (tanpa cadar) agar mereka dapat memastikan siapa wanita tersebut.
Maka sang suami berkata: Sungguh aku persaksikan kepada hakim bahwa aku harus membayar mahar sesuai tuntutannya, tetapi janganlah ia membuka wajahnya.
Sang istri segera merespon sikap suaminya, ia berkata: Sungguh aku pun mempersaksikan kepada hakim bahwa aku telah memberikan kepadanya mahar tersebut dan aku lepaskan tuntutan darinya di dunia dan akhirat. Hakim berkata: Ini harus ditulis dalam kemuliaan akhlak.” [Tarikh Bagdad, 13/55]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
No comments:
Post a Comment