Hukum-hukum yang terkait dengan zakat fitrah....
01. Makna Zakat Fitri atau Zakat Fitrah
Zakat secara bahasa artinya bertumbuh (النماء), bertambah (الزيادة), kesucian (الطهارة), keberkahan (البركة).[1]
Adapun fitri (الفطر) artinya berbuka, maksudnya tidak lagi berpuasa, dinamakan zakat fitri karena sebab wajibnya adalah berakhirnya bulan Ramadhan, dan ini adalah penamaan yang berasal dari hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana yang akan kita sebutkan insya Allah.
Sebagian ulama juga menamakannya dengan zakat fitrah (الفطرة) yang artinya adalah penciptaan (الخلقة), sebagaimana firman Allah ta’ala,
فِطْرَةَ الله الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
“(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” [Ar-Rum: 30]
Dinamakan zakat fitrah karena terkait dengan zakat diri atau badan, berbeda dengan zakat maal yang terkait dengan harta.[2]
Adapun secara istilah zakat fitri atau zakat fitrah adalah,
صدقة معلومة بمقدار معلوم، من شخص مخصوص، بشروط مخصوصة، عن طائفة مخصوصة، لطائفة مخصوصة، تجب بالفطر من رمضان، طهرة للصائم: من اللغو، والرفث، وطعمة للمساكين
“Zakat yang telah diketahui dengan ukuran yang telah diketahui, dikeluarkan oleh orang yang telah ditentukan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, dan dikeluarkan dari golongan yang khusus untuk golongan yang khusus pula, yang diwajibkan ketika berbuka (berakhir) bulan Ramadhan, sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan yang haram, serta makanan bagi orang-orang miskin.” [Ash-Shiyaamu fil Islam, hal. 597]
Keterangan lebih detai tentang definisi zakat ini, akan datang insya Allah pada poin-poin berikutnya.
02. Hukum Zakat Fitri.
Hukum zakat fitri wajib berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’. Adapun Al-Qur’an berdasarkan keumuman makna firman Allah ta’ala,
قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّى * وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Rabbnya, lalu dia shalat.” [Al-A’la: 14-15]
Orang yang berzakat termasuk orang yang berusaha menyucikan dirinya dari dosa-dosa. Dan firman Allah ta’ala,
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang ditetapkankan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” [Al-Hasyr: 7]
Dan zakat fitri termasuk perintah dan ketetapan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam secara tegas dalam As-Sunnah. Sahabat yang Mulia Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ، أَوْ عَبْدٍ، أَوْ رَجُلٍ، أَوِ امْرَأَةٍ، صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
“Bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri karena telah berakhir Ramadhan, atas setiap jiwa kaum muslimin, orang merdeka atau budak, laki-laki atau wanita, kecil atau besar, sebanyak satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Al-Imam Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,
وأجمعوا على أن صدقة الفطر فرض
“Para ulama sepakat bahwa zakat fitri wajib.” [Al-Ijma’, hal. 55, sebagaimana dalam Ash-Shiyaamu fil Islam, hal. 598]
03. Syarat-syarat Wajibnya Zakat Fitri
Syarat Pertama : Islam,karena orang kafir tidak diterima amalannya, namun tetap mendapatkan dosa karena tidak beramal yang wajib. Maka wajib atas setiap muslim, baik orang merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan, kecil atau besar, sebagaimana hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ، أَوْ عَبْدٍ، أَوْ رَجُلٍ، أَوِ امْرَأَةٍ، صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
“Bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri karena telah berakhir Ramadhan, atas setiap jiwa kaum muslimin, orang merdeka atau budak, laki-laki atau wanita, kecil atau besar, sebanyak satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Syarat Kedua : Kecukupan,* yaitu memiliki makanan di siang dan malam idul fitri, lebih dari satu sho’ yang mencukupi dirinya dan tanggungannya, serta kebutuhan-kebutuhan dasarnya.[3]
Maka orang miskin sekali pun, apabila memiliki syarat kecukupan ini, wajib atasnya mengeluarkan zakat fitri, walau kecukupannya tersebut juga berasal dari zakat fitri yang ia terima.
Syarat Ketiga : Masuknya waktu yang diwajibkan,* yaitu terbenamnya matahari di akhir Ramadhan, sebagaimana hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri karena telah berakhir Ramadhan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Maka siapa yang menikah sebelum terbenam matahari di akhir Ramadhan wajib atasnya mengeluarkan zakat fitri bagi istrinya. Atau memiliki anak sebelum terbenam matahari, wajib atasnya mengeluarkan zakat fitrah bagi anaknya. Atau masuk Islam sebelum terbenam matahari maka wajib atasnya mengeluarkan zakat fitri bagi dirinya. Namun jika itu semua terjadi setelah terbenam matahari maka tidak wajib.
Demikian pula apabila seseorang meninggal dunia setelah terbenam matahari di akhir Ramadhan maka wajib dikeluarkan baginya zakat fitri.
05. Hikmah Zakat Fitri.
Diantara hikmah terbesar zakat fitri adalah pembersihan bagi orang-orang yang berpuasa dari kekurangan-kekurangan selama menjalankan ibadah puasa dan menyenangkan serta mencukupi orang-orang miskin di hari kebahagiaan kaum muslimin, yaitu hari Idul fitri. Sahabat yang Mulia Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan haram, serta makanan bagi orang-orang miskin, barangsiapa mengeluarkannya sebelum sholat Idul fitri maka itu adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa mengeluarkannya setelah sholat Idul fitri maka itu adalah sedekah biasa.” [HR. Abu Daud, Shahih Abi Daud: 1427]
05. Waktu Mengeluarkan Zakat Fitri
1) Waktu mulai diwajibkannya adalah terbenamnya matahari di akhir Ramadhan sampai sebelum sholat idul fitri, sebagaimana hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri karena telah berakhir Ramadhan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
2) Waktu yang disunnahkan adalah sebelum keluar menuju sholat Idul fitri, sebagaimana hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, beliau berkata,
وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
“Dan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan untuk menunaikan zakat fitri sebelum keluarnya manusia menuju sholat Idul fitri.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
3) Waktu yang dibolehkan adalah satu atau dua hari sebelum berakhir Ramadhan, berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma,
وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
“Dahulu mereka menunaikan zakat fitri satu atau dua hari sebelum berbuka (berakhir Ramadhan).” [HR. Al-Bukhari]
4) Waktu yang terlarang adalah menundanya sampai setelah sholat idul fitri tanpa alasan darurat; hukumnya haram dan tidak sah, sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau berkata,
مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
“Barangsiapa mengeluarkannya sebelum sholat Idul fitri maka itu adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa mengeluarkannya setelah sholat Idul fitri maka itu adalah sedekah biasa.” [HR. Abu Daud, Shahih Abi Daud: 1427]
Barangsiapa menundanya setelah sholat Idul fitri tanpa alasan darurat maka ia berdosa, hendaklah bertaubat kepada Allah ta’ala dan tetap wajib baginya untuk mengeluarkannya demi memenuhi kebutuhan fakir miskin.[4]
06. Jenis dan Ukuran Zakat Fitri
Sahabat yang Mulia Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ، أَوْ عَبْدٍ، أَوْ رَجُلٍ، أَوِ امْرَأَةٍ، صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
“Bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri karena telah berakhir Ramadhan, atas setiap jiwa kaum muslimin, orang merdeka atau budak, laki-laki atau wanita, kecil atau besar, sebanyak satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Sahabat yang Mulia Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu berkata,
كُنَّا نُخْرِجُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ
“Dahulu kami mengeluarkan zakat firi di masa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pada hari Idul fitri sebesar satu sho’ makanan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Beliau radhiyallahu’anhu juga berkata,
وَكَانَ طَعَامَنَا الشَّعِيرُ وَالزَّبِيبُ وَالأَقِطُ وَالتَّمْرُ
“Dan makanan kami ketika itu adalah gandum, kismis, keju dan kurma.” [Diriwayatkan Al-Bukhari]
Maka zakat fitri adalah makanan pokok suatu negeri. Ukurannya adalah 1 sho’, dan 1 sho’ adalah 4 mud, dan 1 mud adalah memenuhi dua telapak tangan orang dewasa yang sedang (orangnya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil). Adapun perkiraan ukurannya dalam kilo gram adalah 3 kg.
07. Bolehkah Mengeluarkan Zakat Fitri dengan Uang dan Apa Kewajiban Panitia Apabila Dititipkan Uang Zakat Fitri?*
Disebutkan dalam fatwa ulama-ulama besar Ahlus Sunnah yang tergabung dalam Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa,
ولا يجوز إخراج زكاة الفطر نقودا؛ لأن الأدلة الشرعية قد دلت على وجوب إخراجها طعاما، ولا يجوز العدول عن الأدلة الشرعية لقول أحد من الناس، وإذا دفع أهل الزكاة إلى الجمعية نقودا لتشتري بها طعاما للفقراء وجب عليها تنفيذ ذلك قبل صلاة العيد، ولم يجز لها إخراج النقود
“Tidak boleh mengeluarkan zakat fitri dalam bentuk uang, karena dalil-dalil syar’i telah menunjukkan atas wajibnya mengeluarkan zakat fitri dalam bentuk makanan, dan tidak boleh berpaling dari dalil-dalil syar’i karena pendapat seorang manusia, dan apabila orang yang berzakat menyerahkan uang kepada Panitia untuk dibelikan makanan bagi orang-orang fakir maka wajib bagi Panitia untuk melakukannya sebelum sholat Idul fitri, dan tidak boleh bagi Panitia untuk menyerahkan uang (tanpa dibelikan makanan terlebih dahulu).” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/379 no. 13231]
Hal itu karena zakat adalah ibadah, dan ibadah harus meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengada-ngada dalam agama kami ini suatu ajaran yang bukan daripadanya maka ia tertolak.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
Dalam riwayat Muslim,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهْوَ رَد
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada padanya perintah kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha.
08. Siapa yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitri dan Bagi Siapa Saja......??
Setiap muslim wajib mengeluarkan zakat fitri bagi dirinya dan bagi orang-orang yang berada dalam tanggungannya, seperti istri dan anak-anaknya, apabila ia memiliki makanan yang melebihi satu sho’ di siang dan malam Idul fitri, berdasarkan ijma’ ulama. Al-Imam Ibnul Mundzi rahimahullah berkata,
وأجمعوا على أن صدقة الفطر فرض، وأجمعوا على أن صدقة الفطر تجب على المرء، إذا أمكنه أداؤها عن نفسه، وأولاده الأطفال، الذين لا أموال لهم، وأجمعوا على أن على المرء أداء زكاة الفطر عن مملوكه الحاضر
“Para ulama sepakat bahwa zakat fitri wajib, mereka juga sepakat bahwa zakat fitri wajib atas seseorang, apabila ia mampu mengeluarkan untuk dirinya dan anak-anaknya yang masih kecil yang tidak memiliki harta, dan mereka juga sepakat bahwa zakat fitri wajib atas seseorang untuk mengeluarkannya bagi budaknya yang sedang bersamanya (untuk diserahkan kepada fakir miskin).” [Al-Ijma’, hal. 55, sebagaimana dalam Ash-Shiyaamu fil Islam, hal. 598]
Disebutkan dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah,
زكاة الفطر تلزم الإنسان عن نفسه وعن كل من تجب عليه نفقته
“Zakat fitri wajib atas setiap orang bagi dirinya dan bagi orang-orang yang wajib atasnya untuk menafkahi mereka.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/367 no. 606]
Apabila ia hanya memiliki kemampuan untuk mengeluarkan zakat fitri bagi dirinya saja maka wajib atasnya untuk mengeluarkannya, dan tidak wajib mengeluarkan untuk orang-orang yang berada dalam tanggungan nafkahnya.[6]
Dan disunnahkan untuk mengeluarkan zakat fitri bagi janin, sebagaimana yang dilakukan Sahabat yang Mulia Utsman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu. Humaid rahimahullah berkata,
أَنَّ عُثْمَانَ كَانَ يُعْطِي صَدَقَةَ الْفِطْرِ عَنِ الْحَبَلِ
“Bahwa Utsman mengeluarkan zakat fitri bagi janin.” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf: 10737]
Abu Qilabah rahimahullah berkata,
كَانُوا يُعْطُونَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ حَتَّى يُعْطُونَ عَنِ الْحَبَلِ
“Dahulu mereka mengeluarkan zakat fitri, sampai mereka mengeluarkannya bagi janin.” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf: 10738
09. Orang yang Berhak Menerima Zakat Fitri
Pendapat Pertama : Diberikan kepada 8 golongan, sebagaimana firman Allah ta’ala,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, budak (yang mau memerdekakan diri), orang-orang yang berhutang, orang yang sedang di jalan Allah dan musafir, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Hikmah.” [At-Taubah: 60]
Pendapat Kedua: Diberikan khusus kepada fakir miskin, karena ayat di atas masih bersifat umum yang mencakup zakat maal dan zakat fitri, adapun untuk zakat fitri telah dikhususkan untuk fakir miskin dengan hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan yang haram, serta makanan bagi orang-orang miskin.” [HR. Abu Daud dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, Shahih Abi Daud: 1427]
Demikian pula Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu’anhum tidak memerintahkan untuk dibagikan kepada 8 golongan, melainkan kepada fakir miskin secara khusus.
Inilah pendapat yang lebih kuat insya Allah, yaitu zakat fitri khusus bagi fakir miskin, dan ini yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Al-‘Allamah Ibnul Qoyyim, Asy-Syaikh Ibnu Baz, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan Al-Lajnah Ad-Daimah.
10. Tempat Mengeluarkan Zakat Fitri dan Bolehkah Dikirim ke Daerah Lain......??
Tempat mengeluarkan zakat fitri adalah di daerah tempat tinggal orang yang mengeluarkannya dan diserahkan kepada fakir miskin yang tinggal di sekitar rumahnya, berdasarkan keumuman makna hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
“Bahwa Allah mewajibkan zakat atas kaum muslimin pada harta-harta mereka, diambil dari orang-orang kaya mereka dan diserahkan kepada orang-orang fakir mereka.” [HR. Al-Bukhari dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma]
Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,
والسنة توزيعها بين الفقراء في بلد المزكي وعدم نقلها إلى بلد آخر لإغناء فقراء بلده وسد حاجتهم
“Sunnah adalah membagikan zakat fitri kepada orang-orang fakir di negeri tempat tinggal orang yang mengeluarkan zakat saat ini dan tidak dikirim ke negeri lain, demi mencukupi orang-orang fakir di negeri tempat tinggalnya dan menutupi kebutuhan mereka.” [Majmu’ Fatawa Ibni Baz, 14/213]
Bolehkah zakat fitri dikirim ke daerah lain? Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,
لا بأس بذلك وتجزئ إن شاء الله في أصح قولي العلماء، لكن إخراجها في محلك الذي تقيم فيه أفضل وأحوط، وإذا بعثتها لأهلك ليخرجوها على الفقراء في بلدك فلا بأس
“Tidak apa-apa dikirim ke daerah lain insya Allah, menurut pendapat yang paling shahih dari dua pendapat ulama, akan tetapi mengeluarkannya di negeri tempat tinggalmu saat ini lebih utama dan lebih hati-hati, namun apabila engkau mengirimnya kepada keluargamu untuk dikeluarkan kepada orang-orang fakir di negerimu maka tidak apa-apa.” [Majmu’ Fatawa Ibni Baz, 14/215]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Semoga bermanfaa.
No comments:
Post a Comment